Selasa, 06 Desember 2011

Harta Yang Tidak Kelihatan (2 Kor. 4:18)

Hal-hal yang tidak kelihatan, seringkali disepelekan dan dianggap tidak nyata karena tidak dapat ditangkap oleh panca indera dan tidak mudah dipahami oleh akal pikiran manusia. Manusia cenderung berjalan menurut apa yang dilihat oleh matanya atau apa yang ditangkap oleh panca inderanya. Misalnya: Uang. Uang adalah sesuatu yang nyata, yang dapat kita gunakan untuk memenuhi segala kebutuhan kita. Jika kita tidak memiliki uang maka tentunya kita juga bingung dan khawatir serta melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang supaya kehidupan kita sehari-hari dapat tercukupi.
Rasul Paulus mengajarkan supaya kita mengejar hal-hal yang tidak kelihatan. Ia mendorong kita sebagai orang percaya untuk terpacu mengejar harta yang tidak kelihatan. Apakah alasan Paulus yang sebenarnya?
1. Harta yang tidak kelihatan itu nyata (4:1-6)
Hal ini tentu membingungkan kita. Bagaimana mungkin hal yang tidak kelihatan dapat nyata, real? Namun hal ini dapat dibenarkan, sebagai contoh: ketika kita berada dalam sebuah ruangan dan melihat keluar dahan-dahan pohon bergoyang keras, maka kita akan berkomentar bahwa angin bertiup sangat kencang. Angin adalah sesuatu yang tidak kelihatan akan tetapi nyata. Atau Telpon seluler, Internet, yang bisa bekerja oleh karena gelombang yang tidak kelihatan. Demikian juga Injil. Injil adalah harta yang tidak kelihatan, tetapi nyata dalam hidup kita. Injil adalah Yesus Kristus sendiri yang diberitakan oleh rasul Paulus….Jika Injil yang diberitakan, masih tertutup juga bagi orang yang tidak percaya, maka tentunya hidup mereka akan binasa (I Kor 4:3-4). Injil tertutup bagi mereka karena hati dan pikiran mereka dibutakan oleh ilah zaman. Ilah-ilah zaman seperti berhala, uang, dll. Perlu kita ketahui bahwa Iblis/Setan turut bekerja membutakan pikiran orang-orang yang belum percaya, sehingga mereka tidak dapat melihat cahaya Injil.

2. Harta yang tidak kelihatan itu berasal dari Allah (4:7-12)
Rasul Paulus menjelaskan di ayat yang ke 7 bahwa harta yang tidak kelihatan itu yaitu Injil berada dalam sebuah bejana tanah liat. Bejana tanah liat bukan barang yang kekal, mudah retak atau pecah. Bejana tanah liat yang dimaksud disini adalah ibarat tubuh jasmani yang juga tidak kekal dan terbatas. Kiasan ini digunakan oleh Rasul Paulus untuk menunjukkan bahwa harta yang tidak kelihatan tersebut yaitu Injil yang berasal dari Allah dan sifatnya kekal, berada dalam bejana tanah liat yaitu didalam hidup kita, maka sekalipun hidup kita tidak kekal di dunia ini, namun setelah melewati kematian maka kita akan mendapatkan hidup yang kekal. Paulus banyak mengalami penganiayaan dan penderitaan, tetapi ia tidak pernah berputus asa karena rasul Paulus sangat menyadari bahwa kemenangan dalam pelayanannya berarti mengambil bagian dalam kehidupan Yesus.
3. Harta yang tidak kelihatan itu menentukan apa yang akan kita dapatkan (4:13-18)
Beberapa contoh dalam Alkitab menjelaskan tentang orang-orang yang tidak berhasil karena hal-hal yang kelihatan dan yang berhasil oleh karena hal-hal yang tidak kelihatan. Sebagai contoh:
a. Bilangan 13. Kesepuluh pengintai yang melihat bahwa musuh mereka terlihat dan terkesan kuat, sekalipun belum dibuktikan kehebatannya, mereka ketakutan dan merasa kecil seperti belalang, berbeda dengan Kaleb dan Yosua yang mengandalkan hal-hal yang tidak kelihatan yaitu Tuhan, sehingga mereka memberi semangat untuk tetap maju, karena mereka yakin dan percaya Tuhan dipihak mereka.
b. 1 Samuel 17. Ketika raja Saul melihat Goliat yang berperawakan besar, ia menjadi gentar. Tetapi Daud yang berperawakan lebih kecil dari pada Saul tidak takut menghadapi musuhnya.
c. 2 Raja-raja 6. Ketika pasukan raja Aram mengepung Elisa dan bujangnya di Dotan, bujang Elisa menjadi sangat ketakutan karena ia melihat tentara dan kereta musuh yang mengepung mereka. Elisa hanya berdoa kepada Tuhan supaya bujangnya bisa melihat hal-hal yang tidak kelihatan dan menyaksikan dengan jelas apa yang disediakan Tuhan bagi dia.
Jika selama ini kita hanya berpatokan pada hal-hal yang kelihatan saja, itu semua karena kita berjalan dengan menggunakan mata jasmani saja. Supaya kita mengalami suatu terobosan, marilah kita menggunakan mata rohani kita dan berjalan sesuai dengan iman percaya kita didalam Kristus Yesus. Amin.

Senin, 05 Desember 2011

SUKACITA PENUAIAN


Ketika Tuhan memulihkan keadaan sion
Keadaan kita seperti orang yang bermimpi Waktu itu, mulut kita penuh dengan tawa
Lidah kita dengan sorak-sorai

Yang menabur dengan mencucurkan airmata
Akan menuai dengan bersorak-sorai
Yang berjalan menangis sambil menabur benih
Pasti pulang membawa berkas-berkasnya.

Minggu, 04 Desember 2011

Diburu, tapi tetap bersyukur

Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu 
(Mazmur 57:2)

Ada banyak hal yang bisa membuat tempat kerja kita menjadi tempat yang tidak menyenangkan.   Mungkin sang atasan yang bersikap otoriter dan gemar merendahkan bawahan.  Rekan kerja yang suka bergosip dan menggunjingkan teman sendiri, senior yang suka menekan dan berlagak dirinya paling benar,  atau beberapa alasan lain yang lebih khusus lagi, yang membuat kita serasa tidak betah lagi, mau berontak, dan yang lebih parah ambil langkah seribu alias keluar dari tempat kerja…..ouuuppss….jangan keburu napsu dulu.  Jika kita berada pada situasi demikian, tidak salah jika saat ini kita belajar dari Daud yang mampu melewati situasi-situasi yang sulit dalam hidupnya.
Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul menarik untuk Mazmur 57: “Diburu Musuh, tetapi Ditolong Allah”. Mazmur ini ditulis ketika Daud diburu Saul dan harus melarikan diri ke gua-gua. Ketika itu Daud berseru memohon belas kasihan Allah (ayat 2-4). Ia menceritakan kesulitan yang ia hadapi (ayat 5, 7). Dan, yang menjadi kunci kemenangan Daud adalah: ia terus bersyukur serta berharap kepada kemuliaan, kasih setia, dan kebaikan Tuhan (ayat 6, 7-12).
Kita mungkin tidak diburu musuh.  Tetapi kita diburu atasan yang otoriter, rekan kerja yang tidak mau bekerja sama, atau senior yang gemar menekan dan sok paling benar.  Ada banyak hal-hal lain yang membuat kita tidak nyaman bekerja. Sikap mengomel, mengeluh, menyalahkan keadaan, dan memprotes tidak akan memperbaiki keadaan, bahkan kerapkali justru memperburuk. Ketika kita “diburu” hal-hal demikian, maka tidak salah kita mencontoh Daud. Ia berseru kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya. Ia bersyukur dan berharap pada kasih setia Tuhan secara terus menerus dan hasilnya, indah pada waktunya, Tuhan mengangkat Daud menjadi Raja atas Israel.
Kalau Tuhan sanggup menolong Daud, tentu Dia sanggup menolong kita juga. Namun, yang menjadi pertanyaan sudahkah kita mencontoh sikap Daud? Tetap bersikap benar, menjaga hati, dan terus memuliakan Tuhan di tempat kerja atau hanya berkecil hati, merasa tidak mampu, mengeluh dan protes melulu…?  Pilihan ada ditangan kita!!

TEMPAT KERJA ADALAH LADANG DI MANA TUHAN MEMINTA KITA
TAK HANYA MENCARI PENGHIDUPAN TETAPI JUGA MEMPRAKTIKKAN IMAN

Sabtu, 03 Desember 2011

Manfaat Lengkeng

Akhir-akhir ini saya suka makan lengkeng. Tidak tahu sebabnya mengapa saya suka, karena sebelumnya saya tidak pernah membelinya. Tapi satu ketika, saya belanja dan Bapak memesan untuk dibelikan leci. Akan tetapi yang saya beli malah lengkeng...hehehehehe...akhirnya kita makan lengkeng dan baru aku nikmati, ternyata manis...:)

Hal ini juga yang mendorong saya untuk mencari tau lengkeng itu seperti apa dan manfaatnya bagi tubuh.
Buah dengan nama ilmiah Dimocarpus logan ini yang juga memiliki sebutan lain sebagai mata-kucing atau longan ini berasal dari daratan Asia Tenggara. Buah kecil berbentuk bulat yang berasal dari daratan Cina ini masih satu famili dengan rambutan dan leci. Buah lengkeng berbentuk bulat dengan ukuran kurang lebih sebesar kelereng. Pada pertumbuhannya, buah ini bergerombol pada malainya. Kulit buah berwarna cokelat muda sampai kehitaman dengan permukaan agak berbintil-bintil, dengan daging buah yang berwarna putih bening dan berair. Rasanya sangat manis dan memiliki aroma harum yang khas. Bijinya berbentuk bulat, terdiri dari dua keping dan dilapisi kulit biji yang berwarna hitam. Daging bijinya sendiri berwarna putih, mengandung karbohidrat, sedikit minyak, dan saponin.

Buah lengkeng ternyata banyak manfaatnya bagi kesehatan. Tak hanya daging buah, kulit dan bijinya pun berguna. Daging Buah Lengkeng bermanfaat karena terdapat kandungan sukrosa, glukosa, protein, lemak, vitamin A, vitamin B, asam tartarik, dan senyawa-senyawa kimia tumbuhan (fitokimia) lainnya yang berguna bagi kesehatan. Kombinasi dari senyawa-senyawa fitokimia ini melahirkan berbagai khasiat, di antaranya mengendurkan saraf. Makanya, di dalam literatur disebutkan lengkeng memberikan efek penenang dan berkhasiat mengatasi gelisah, susah tidur, dan sulit konsentrasi. Selain itu daging buah lengkeng juga bermanfaat menyehatkan jantung dan bisa mengobati jantung berdebar keras. Dalam buku terapi buah disebutkan buah lengkeng juga dapat memperkuat limpa, meningkatkan produksi darah merah, menambah nafsu makan, dan menambah tenaga, sehingga sangat baik dikonsumsi oleh orang-orang yang sedang dalam proses pemulihan stamina sehabis sakit. Buah lengkeng berguna pula untuk menyehatkan usus dan memperbaiki proses penyerapan makanan, melancarkan buang air kecil, mengatasi cacingan, menyehatkan mata, mengobati sakit kepala, keputihan dan hernia.

Bukan cuma daging buahnya saja yang bermanfaat. Kulit, Akar, Daun, dan Biji Bagian dari tanaman lengkeng juga berkasiat Rasa kulit luarnya yang kecut agak manis, mengandung sifat hangat astringen. Zat ini dapat menyebabkan pengerutan jaringan sehingga dapat mengurangi sekresi, lebih sering dipakai sebagai obat luar untuk merawat kulit. Akar dan daun lengkeng yang berasa pahit, bahkan biji yang keras pun menyimpan khasiat obat. Akar lengkeng berkhasiat sebagai peluruh kencing dan melancarkan sirkulasi darah. Daun berkhasiat sebagai antiradang dan pereda demam. Adapun bijinya berguna untuk menghilangkan rasa sakit dan menghentikan pendarahan. Biji lengkeng ini juga dimanfaatkan sebagai bahan pembuat syampo, karena mengandung senyawa saponin yang dapat menghasilkan busa dalam jumlah banyak......

Bakut Sayur Asin

Sayur Asin.....hmm....enaknya di bikin apa ya??.....opps, pake bakut pasti maknyos..hehehehe....Sayur asin buatanku, ternyata habis lho....Karena itu aku pengen berbagi resep deh dengan teman-teman semua....:)

Bahan:
- Iga (1 kg)
- sayur asin (1 bungkus), bisa di beli di pasar/supermarket
- bawang putih (10 siung)
- Jahe
- Minyak Goreng/mentega
- garam secukupnya
- cabe rawit
- Kecap asin

Cara membuat:
- Rebus iga sampai empuk (saya biasanya 1,5 Jam)
- Masukkan Sayur asin
- Bawang putih keprek lalu potong kecil-kecil +Jahe keprek lalu di tumis dengan mentega sampai kuning
- Bawang putih, jahe yang sudah ditumis + garam masukkan ke dalam masakan.
- Setelah masak lalu diangkat dan siap di hidangkan

Hidangkan dengan cabe rawit yang sudah dipotong-potong kecil+Kecap.....Pasti maknyosss hehehe

Bertekunlah....

Nats: Roma 12:11  "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilahTuhan".


Dalam mengerjakan suatu pekerjaan, tentunya dibutuhkan kerajinan dan ketekunan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.  Apapun pekerjaan yang sedang ditekuni, baik sebagai seorang dokter, guru, nelayan, petani dan yang lainnya tentu menekuni pekerjaannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.  Akan tetapi jika awalnya tekun, rajin dan semangat, lama-kelamaan menjadi kendor, lambat dan bermalas-malasan, maka dapat diperkirakan bahwa hasil yang dicapai jauh dari apa yang diharapkan.  Amsal 18:9  mengatakan bahwa Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak. Selain itu kemalasan juga mengakibatkan kerja paksa (Amsal 12:24).

Firman Tuhan dalam Roma 12:11 ini mengajak kita supaya:
  1. Jangan sampai kerajinan kita menjadi kendor, artinya bahwa jika kita adalah orang-orang yang melakukan kehendak Allah maka kita adalah orang-orang yang sudah diubahkan  melalui pembaruan pikiran sehingga tidak akan menjadi malas.  Tuhan Yesus ketika menyediakan kemurahan-Nya bagi kita, Ia tidak pernah malas.  Dia selalu menyediakan berkat bagi kita setiap saat. Yang menjadi masalah adalah kesiapan kita dalam menerima kemurahan-Nya.  Sering sekali justru kita berada dalam posisi menghambat berkat itu turun atas kita.  Malas membuka hati, tidak mau bersyukur dan Akhirnya kehilangan berkat-Nya. 
  2. Mengupayakan Roh didalam kita terus menyala.  Dalam 1 Tesalonika 5:19 mengatakan: "Janganlah padamkan Roh".  Maksudnya adalah jangan sampai Roh Tuhan yang ada dalam hidup kita menjadi padam.  Kita harus tetap semangat dan bertekun dalam seluruh aspek kerohanian kita.  Dalam arti kata yang lain, marilah mendidih dalam Roh TUHAN.
  3. Tetap melayani Tuhan.  Kata 'layanilah' memiiki arti yang sama dengan doulos, artinya budak/hamba.  Jadi secara harafiah, dapat diartikan 'jadilah budak atau hamba Tuhan.  Tentunya seorang budak tidak akan lebih tinggi dari tuannya. seorang budak harus tunduk dan setia terhadap perintah Tuannya.  Demikian juga hidup kita, harus tunduk dan setia pada apa yang diperintahkan Tuhan melalui Firman-Nya.
Saudara, inti dari semua itu adalah supaya kita bertekun dan semangat terus didalam Tuhan.  Jangan sampai berbagai masalah yang kita alami menjadikan kita malas bersekutu dan membiarkan hidup kita berkubang dalam masalah. Hal ini sesungguhnya menghalangi berkat Tuhan. Oleh sebab itu, saat merasa semakin jauh dari kasih Tuhan, bersegralah memegang tangan Tuhan yang sedang terulur kepadamu dan bangkit serta bertekunlah.....

EUTHANASIA DAN PANDANGAN ALKITAB

            Euthanasia adalah salah satu masalah dalam bidang kedokteran/kesehatan yang berkaitan dengan aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu.            Masalah ini sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi berbagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat.  Dalam keadaan demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaannya atau jika pasien sudah koma, keluarga pasien yang meminta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu diberi suntikan yang mempercepat kematian.
            Pada hakekatnya, euthanasia merupakan pencabutan nyawa seseorang yang menderita penyakit parah atas dasar permintaan atau kepentingan orang itu sendiri.  Dalam pandangan hukum, moral, budaya dan tradisi keagamaan, hal ini menimbulkan berbagai problema, tidak terkecuali dalam sudut pandang iman kekristenan.
            Mungkin diantara kita belum pernah bersinggungan langsung dengan soal euthanasia ini. Tetapi euthanasia tetap menjadi topik yang sangat menarik untuk dikaji dan perlu kita gumuli bersama, terutama mengingat dilema etis dan teologis yang ditimbulkannya.  Bayangkan orang yang bertahun-tahun menderita sakit akut dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh, hidupnya sepenuhnya tergantung pada alat-alat medis, sedang biaya perawatan begitu mahal. Apa yang sebaiknya dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan dalam situasi demikian?
A.  PENGERTIAN EUTHANASIA
   Kata euthanasia  berasal dari Bahasa Yunani: ευθανασία.  Ευ (eu) yang artinya "baik", dan θάνατος (thanatos) yang berarti “kematian”.  secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai ‘mati yang layak’ atau ‘mati yang baik (good death)’.  Euthanasia di zaman kuno berarti kematian yang tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dalam arti aslinya (Yunani) kata ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai, namun bukan pada percepatan kematian.[1] Jadi secara harafiah, eutanasia tidak dapat di kategorikan sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.
            Dari perjalanan waktu arti euthanasia sendiri mengalami pergeseran arti.  Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran dan peringanan rasa sakit bagi para penderita penyakit yang tak kunjung sembuh dan menghadapi kematian dengan pertolongan dokter. Dengan campur tangan ilmu kedokteran, euthanasia menjadi alat untuk meringankan penderitaan orang sakit atau orang yang berada di ambang kematian.  John Koplo dalam Weblognya menuliskan bahwa dalam arti yang lebih sempit, euthanasia dipahami sebagai mercy killing yakni membunuh karena belas kasihan, entah untuk mengurangi penderitaan, entah terhadap anak cacat, orang sakit jiwa, atau orang sakit tak tersembuhkan. Tindakan itu dilakukan agar janganlah hidup yang dianggap tidak bahagia itu diperpanjang dan menjadi beban bagi keluarga serta masyarakat.[2]   Jadi, euthanasia menjadi pembunuhan yang disengaja, dengan aksi atau dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya didapatkan oleh pasien, agar pasien tersebut dapat meninggal dengan tenang. Disengaja, dalam arti  jika aksi tersebut dilakukan dengan tidak sengaja, maka hal tersebut bukanlah euthanasia.  
B. JENIS EUTHANASIA
            Menurut jenisnya, euthanasia dapat ditinjau dari beberapa sudut.  Dilihat dari cara dilaksanakannya, euthanasia dapat dibedakan atas 2 bagian yakni:
1.      Euthanasia Pasif yaitu perbuatan yang menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan kehidupan manusia.  Dalam hal ini, dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya: dengan mencabut alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi merawat pasien di RS.  Hal ini terjadi untuk pasien yang benar-benar sudah terminal, dalam arti tidak bisa disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula. Belakangan tidak lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya kalangan dokter dan agamawan setuju, karena pasien meninggal karena penyakitnya, bukan karena usaha-usaha yang dilakukan manusia.
2.      Euthanasia Aktif yaitu perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.  Euthanasia aktif ini dibedakan dalam dua bagian:
a.      Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien dengan cara misalnya di suntik mati. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing.
b.      Euthanasia tidak langsung adalah dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.   Dokter hanya membantu pasien, misalnya dengan memberi resep obat yang mematikan dalam dosis besar.  Euthanasia ini biasanya disebut “bunuh diri berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter” (tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun tidak bisa).
            Ditinjau dari segi permintaan, euthanasia dapat dibedakan atas dua kategori:
1.      Euthanasia Voluntir atau euthanasia sukarela yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.
2.      Euthanasia involuntir adalah euthanasia yang dilakukan  pada pasien yang sudah tidak sadar, dan biasanya keluarga pasien yang meminta.[3]
C. PRO DAN KONTRA EUTHANASIA
            Dalam menyikapi soal euthanasia ini, ada banyak pro-kontra. Para pendukung atau pro euthanasia berpendapat bahwa orang sakit harus memiliki hak untuk mengakhiri penderitaan mereka dengan cara kematian cepat, bermartabat dan penuh kasih.   Beberapa alasan yang diungkapkan pro-euthanasia adalah:
  1. Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya.
  2. Adanya hak ‘privacy’ yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang berhak sesuai privacy-nya.
3.      Euthanasia adalah tindakan belas – kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.
  1. Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis.
  2. Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.
  3. Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.[4]
             Memahami pendapat yang pro euthanasia ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendapat tersebut berdasarkan pada semboyan menyangkut otonomi, keinginan individu yang harus diperlakukan secara istimewa.  Inti dari pro euthanasia ini adalah pilihan pribadi dan kesadaran diri dengan sedikit bantuan dari orang lain (dokter, keluarga atau teman-temannya sendiri). 
            Dalam paham kontra-euthanasia juga memiliki beberapa alasan menolak euthanasia ini.  Mereka berpendapat bahwa seorang dokter memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga pasien supaya tetap hidup, seperti yang tercermin dalam sumpah Hipokrates (400-300SM) yang berbunyi “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu."
D. EUTHANASIA DALAM PANDANGAN ALKITAB
            Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri.  Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Demikian juga para dokter yang melakukan euthanasia bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan, yaitu memperpendek umur.
            Salah satu contoh kasus dalam Perjanjian Lama yang hampir menjadi kasus euthanasia adalah kasus Saul yang meminta kepada pembawa senjatanya untuk menikamnya. Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya (1 Samuel 31:4).  Raja Saul berada pada ambang keputus-asaan dan merasa sudah tidak ada jalan keluar selain mengakhiri penderitaannya.  Euthanasia diminta atau dilakukan karena alasan tidak tahan menderita, baik karena penyakit (rasa sakit) maupun oleh penghinaan di medan perang (rasa malu). Kasus Saul mirip dengan kasus Abimelekh (Hakim 9:54); takut disiksa dan dipermalukan adalah alasan melakukan euthanasia.
            Kasus euthanasia adalah kasus kematian yang dipaksakan, dan hal ini masuk dalam kategori pembunuhan.  Dalam Keluaran 20:13, dengan tegas firman Tuhan berkata: “Jangan membunuh.”  Dengan demikian tidak ada alasan moral apapun yang mengijinkan pembunuhan, dan manusia itu sendiri tidak memiliki hak untuk menentukan kematiannya, karena kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). 
            Dalam Alkitab, penderitaan mempunyai fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4), penderitaan melahirkan ketekunan dan pengharapan dan kesempurnaan hidup. Jika pro euthanasia mengatakan bahwa mengakhiri penderitaan seseorang adalah sikap murah hati, berarti penderitaan dijadikan sebagai alat pembenaran praktek.  Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah suatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia, itu sama artinya menghalalkan segala cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak bisa diterima secara moral maupun keyakinan Kristen. 
                        Hidup adalah pemberian Tuhan (Kejadian 2:7). Manusia menjadi makhluk hidup setelah Tuhan Allah menghembuskan napas kehidupan kepadanya (band. Yehezkiel 37:9-10). Napas kehidupan diberikan TUHAN sehingga manusia memperoleh kehidupan. Tugas manusia tidak lain kecuali memelihara kehidupan yang diberikan oleh Tuhan (band. Perumpamaan dalam Efesus 5:29). Bukan hanya kehidupan yang sehat, tetapi juga hidup yang dirundung oleh penderitaan, hidup yang sakit, harus dipelihara. Maka penderitaan harus dapat diterima sebagai bagian kehidupan orang percaya (Roma 5:3) termasuk penderitaan karena sakit.
                         Manusia lebih berharga daripada materi. Maka materi harus melayani kepentingan manusia (band. Matius 6, tentang khotbah di Bukit). Maka melakukan euthanasia demi untuk kepentingan apapun, termasuk penghematan ekonomi tidak dibenarkan secara moral, terutama moral Kristen.   
E. KESIMPULAN
Dari pembahasan ini, penulis menyimpulkan bahwa:
1.    Jika dilihat dari  etimologi katanya, maka euthanasia sebenarnya tidak bertentangan dengan pandangan Alkitab.
2.    Euthanasia menjadi sesuatu yang tidak dapat dibenarkan ketika kemudian ada campur tangan orang lain didalamnya.  Hak untuk mematikan dan menghidupi seseorang adalah hak Tuhan.  Jika seseorang melakukan euthanasia, maka ia sudah melanggar kedaulatan Tuhan.
3.    Seseorang yang berada dalam situasi sulit sekalipun harus mencari kehendak Tuhan dan tugas orang Kristen/orang percaya untuk menghibur dan meyakinnya untuk menghadapi kematian dengan sukacita.
4.    Ibrani 12:2-3 berkata: “Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita ke dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.  Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.”





kata ‘Percaya/Melihat’ Dalam Injil Yohanes

            Kata percaya merupakan salah satu kata kunci dalam Injil Yohanes.  Kata ini diulang sebanyak 98 kali dalam bentuk kata kerja pistew dan tidak ada satu katapun dalam bentuk kata benda.  Pada umumnya diterjemahkan menjadi percaya, meskipun ada kalanya dipakai kata mempercayakan (2:24).  Kata ini dapat diartikan sebagai satu tindakan yang dilakukan yang berkaitan dengan pernyataan pribadi atau penyerahan diri seutuhnya kepada Kristus, dan bukan hanya sekedar benda atau sesuatu yang dimiliki seseorang.  Ada kelangsungan  proses percaya, yang menunjukkan proses perkembangan.
             Penulis Injil Yohanes mengartikan percaya sebagai tanda menerima Yesus.  Ia menuliskan bahwa Yohanes Pembaptis memberi kesaksian tentang Yesus (1:7).   Yohanes pembaptis berperan sebagai seorang saksi yang memberitakan tentang Yesus.  Tujuannya adalah supaya semua orang menjadi percaya. 
            Selain kesaksian Yohanes Pembabtis, penulis Injil ini juga menuliskan pernyataan diri Yesus pada masyarakat yang menimbulkan perbedaan pendapat. Yesus memberikan pernyataan-pernyataan tentang diri-Nya yang mengundang berbagai macam reaksi dan tindakan orang-orang yang mendengar-Nya (5:46; 6:35, 40; 7:38; 8:24, 31; 11:25, 26; 12:46; 14:11, 12).  Dapat dimengerti bahwa Yesus memberikan pernyataan tentang diri-Nya dengan harapan agar orang mempercayai-Nya dan memiliki iman yang mampu menguraikan dengan sejelas-jelasnya akibat percaya dan tidak percaya.  Dalam Injil Yohanes ini, terdapat berbagai macam reaksi atau respon orang dalam menanggapi pernyataan Yesus tentang diri-Nya.

Respon 1: orang tidak percaya
            Yohanes menuliskan bahwa mereka yang mendengar kata-kata Yesus ada yang menolak untuk percaya.  Dalam Yohanes 1:10 dikatakan bahwa dunia menolak karena tidak mengenal Dia.  Dunia yang dimaksud bukan dalam pengertian alam semesta atau bumi, akan tetapi dunia dalam arti manusia yang selalu melawan Allah, yang kecenderungan hatinya untuk selalu berbuat jahat. 
            Walaupun perkataan-perkataan Tuhan Yesus dapat membawa hidup, namun diantara murid-Nya sendiri ada yang tidak percaya (6:64).  Dan juga saudara-saudara-Nya (7:5).  Bagi orang yang tidak percaya tentu perkataan-perkataan Tuhan Yesus tidak akan membawa hidup baginya. 
            Meskipun mereka telah melihat tanda-tanda yang diperbuat-Nya, dan tidak dapat membantah semua tanda-tanda tersebut, mereka tetap saja menolak dan memilih untuk tidak percaya kepada Dia (9:24-34; 11:47-53; 12:37; 15:24).  Mereka menolak Dia dan tidak percaya karena mereka tidak dipilih sebagai domba-Nya (10:26).

Respon 2: orang yang mulai percaya Yesus.
            Beberapa orang yang mengikut Yesus dan mendengar perkataan-Nya mulai terbuka untuk percaya.  Mereka memilih untuk melihat tanda-tanda yang diperbuat-Nya. Tetapi dalam posisi ini, mereka baru sekedar melihat tanda dan mujizat tetapi tidak sepenuhnya mengenal identitas Yesus. Beberapa dari antara orang banyak yang melihat Yesus  tetapi belum mengenal identitas keilahian-Nya (6:36). 
            Walaupun mereka yang datang masih belum mengenal identitas keilahian-Nya, namun Yesus berkata, “...Barang siapa yang datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang (6:37b).  Dia berjanji untuk menyambut dan tidak membuang mereka, bahkan beberapa murid-Nya yang dari awal juga tidak mengenal-Nya (6:64), beberapa dari antara orang Yahudi (8:31; 11:45; 12:11), yang selama pelayanan Yesus mereka tidak menyadari dan tidak mengerti apa yang mereka lihat (14:8-10).  

Respon 3: Perkara orang datang untuk percaya, namun takut mengakui secara terbuka.
            Dalam Injil Yohanes ini, ada jenis orang-orang yang sudah percaya Yesus namun masih takut mengakui identitasnya yang baru.  Mereka lebih memilih percaya secara diam-diam dan menjaga kerahasiaan iman mereka.  Alasan utama dari jenis orang-orang ini adalah karena status mereka di tengah-tengah masyarakat. 
            Beberapa contoh dalam Injil Yohanes dicatat, antara lain: Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi yang datang kepada Yesus pada waktu malam (3:1-10).  Orang tua dari seorang yang lahir buta, tidak mengakui imannya secara terbuka bahwa Yesus adalah Mesias karena takut pada orang-orang Yahudi yang akan mengucilkan mereka (9:18-23).  Beberapa pemimpin yang takut berterus terang karena orang-orang Farisi (12:42).  Dan Yusuf dari Arimatea yang juga murid Yesus, tetapi secara sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi (19:38-39).

Respon 4: “Melihat dan Percaya”
            Pengalaman Nathanael sebelumnya bersama Yesus (1:50), semakin nyata dan jelas dalam pengalaman mereka hadir di perkawinan di Kana.  Ketika para murid mulai melihat tanda-tanda-Nya yang pertama, dan melalui tanda tersebut Dia menyatakan kemuliaan-Nya, mereka percaya kepada-Nya (2:11).  Selanjutnya dari tanda-tanda yang diperbuat Yesus, juga banyak orang menjadi percaya.  Tidak dapat disangkal bahwa iman muncul karena melihat tanda-tanda tersebut (2:23-25).
             Sungguh hal yang sangat ironis bila dibandingkan dengan orang-orang farisi yang sudah lama melihat Yesus dan tanda-tanda yang diperbuat-Nya, dengan orang yang buta yang baru disembuhkan-Nya.  Jika orang-orang farisi (pemimpin agama Yahudi) tetap melawan Tuhan Yesus dan pengikut-Nya, maka orang buta yang sudah disembuhkan Tuhan Yesus justru dengan mantap mengakui imannya (9:35-41).  Tomas yang awalnya menolak kesaksian murid-murid yang lain yang berkata: “Kami telah melihat Tuhan!” (20:25).  Namun akhirnya menjadi percaya ketika ia melihat bekas paku pada tangan Tuhan Yesus dan mencucukkan jarinya pada bekas paku tersebut dan mencucukkan tangannya ke dalam lambung-Nya (20:27).  Dalam peristiwa ini, Penolakan Tomas mewakili murid-murid yang memiliki iman yang lemah.

 Respon 5: Percaya bahkan tanpa melihat
            Satu pengalaman iman yang menarik yang disampaikan penulis adalah ketika Yesus berjumpa dengan orang-orang Samaria (4:41-42).  Dalam kasus ini, tidak ada catatan mengenai tanda atau mukjizat yang diperbuat Yesus untuk membuat mereka percaya, kecuali tentang perkataan Yesus kepada perempuan Samaria mengenai kehidupan moralnya.  Disini dapat dilihat bahwa hanya dengan perkataan Yesus, terjadi panen jiwa yang semakin meluas.  Mereka percaya bukan karena perkataan perempuan samaria tersebut, akan tetapi mereka percaya karena mereka yakin bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat, bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan secara universal yaitu seluruh dunia (3:16).
            Di dalam Yohanes 4:53, lebih dipertegas lagi bagaimana seorang perwira di Kapernaum yang hanya mendengar perkataan Yesus, ia percaya bahkan seisi keluarganya. Martha yang percaya sebelum Lazarus dibangkitkan (11:27), dan orang percaya kemudian sampai pada hari ini.

Kesimpulan (Dampak dari Percaya Yesus dan Tidak percaya Yesus)
            Percaya Yesus memiliki dampak dalam kehidupan orang percaya.  Injil Yohanes mencatat bahwa janji firman-Nya bagi orang percaya adalah: menjadi "anak-anak Allah" (1:12), memperoleh "hidup kekal" (3:15-16, 36; 5:24; 6:40, 47), tidak "binasa" (3:16), tidak "dihukum" (3:18), tidak “di bawah penghakiman" (5:24),  tidak akan "lapar" atau "haus" (6:35), "Mengetahui" Yesus dan Bapa (4:42; 6:64, 69; 10:38), hidup sekalipun ia mati (11:25-26), memiliki "air hidup" (7:38); menerima Roh (7:39), menjadi "murid" Yesus (8:31; 15:14-15), melihat "kemuliaan Allah" (11:40; 1:50), menjadi "anak-anak terang" memiliki "hidup dalam nama-Nya" (20:31). Tetapi dampak bagi orang yang tidak percaya adalah berada dibawah “penghukuman” (3:18), tidak akan melihat hidup, melainkan “murka Allah” (3:36).